Senin, 08 Juni 2009

Tawuran : Kejantanan atau Kebodohan?

Beberapa hari yang lalu, kita disuguhi aksi yang menarik oleh mahasiswa YAI dan UKI. Calon pemimpin-pemimpin bangsa ini melakukan tindakan tawuran, yang mengakibatkan macetnya jalanan, perusakan fasilitas umum dan membuat masyarakat di sekitarnya merasa ketakutan. Ironis memang, masih menjadi mahasiswa saja sudah melakukan tindakan yang merugikan, apalagi kalau mereka akhirnya jadi pejabat, mau jadi apa negara ini.

Mungkin pertanyaan ini tidak perlu dijawab, karena sudah pasti akan menjadi negara yang penuh dengan masalah, seperti sekarang ini.


Masalah yang menjadi pemicu tawuran memang belum diketahui secara jelas, namun apapun alasannya, apakah kekerasan harus menjadi jawabannya. Bukankah kita telah mendapatkan pelajaran ilmu moral sejak tingkat SD, bahkan sejak sebelum sekolah, semua orang tua pasti mengajarkan pada anak-anaknya untuk saling menyayangi.

Pada tahun 1991, ketika saya masih SD, saya ingat betul ada pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP). SMP berubah menjadi PPKn, sedangkan sekarang berubah menjadi PKn. Nama pelajarannya memang sering berubah, namun apa yang diajarkan pasti tetap aturan-aturan yang harus dilakukan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara akan tidak terjadi perselisihan.

Tawuran mestinya tidak perlu terjadi seandainya para pelaku tidak memiliki waktu senggang. Atau mengisi waktu senggang dengan kegiatan yang berguna. Mahasiswa yang berprestasi hampir tidak pernah melakukan kegiatan yang merugikan orang lain karena mereka memang tidak punya waktu untuk itu. Jadi apakah salah jika saya katakan mahasiswa yang tawuran adalah mahasiswa yang bodoh?

PENS-ITS, UNAIR, ITS, PETRA, UPH, UI adalah beberapa perguruan tinggi yang hampir tidak pernah membuat kegiatan yang merugikan orang lain. Yang lebih sering kita dengar adalah prestasi mereka.

Hentikan kebodohan dan kekerasan mahasiswa, mari kita lakukan hal yang baik untuk masa depan bangsa dan negara.

Salam Salut dan Simpatik untuk PRITA, semoga kasus anda tidak menimpa saya ataupun yang lainnya, yang hanya ingin pendapatnya didengar.


Jumat, 05 Juni 2009

Hentikan Pembodohan Pendidikan

"Soyo Pinter, Soyo Keblinger" (Semakin Pintar, Semakin Tersesat), kira-kira seperti itulah hasil pendidikan di negara tercinta ini. Definisi pintar telah beralih menjadi nilai yang bagus dan kelulusan. Asal lulus bisa diartikan bahwa dia pintar. Karena itu, berbagai cara dilakukan, cara yang benar maupun dengan cara yang salah. Pengertian ini jelas salah dan harus segera dibenahi.


Pembenahan kata "Pintar"
Ujian Ulang yang sedang disiapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) karena adanya indikasi kecurangan pada pelaksanaan Ujian Nasional menjadi polemik di masyarakat. Yang paling menghebohkan hal ini terjadi pada 34 SMA dan 19 SMP yang diantaranya sudah berstatus Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional(RSBI). Ini adalah bukti buruknya karakter-karakter pelaku pendidikan.
Pembentukan sebuah karakter, sangat dipengaruhi oleh pemahaman awal yang diterima. Anak-anak diibaratkan sebuah kertas putih dan lingkungan yang mempengaruhinya adalah coretan-coretan kehidupan. Jika dari awal diberikan coretan yang baik dan teratur, maka akan terbentuk sebuah lukisan yang indah. Hal ini juga berlaku untuk siswa, jika sejak awal ditanamkan bahwa nilai bukanlah yang utama, namun kemampuan dan kejujuran, maka prinsip itu akan terus dipegang.
Sejak dini, siswa harus belajar arti sebuah sportivitas yaitu mental yang selalu siap menerima kemenangan dan kekalahan sebagai sebuah kebanggaan. Sehingga, tidak terjadi kecurangan-kecurangan dalam pendidikan. Peran dari semua pihak, mulai dari siswa, guru, orang tua dan masyarakat sangat dibutuhkan untuk pembentukkan opini yang lebih baru untuk kata pintar. Ketakutan dikucilkan dan direndahkan bila tidak lulus, juga merupakan salah satu alasan untuk melakukan kecurangan dalam ujian.





Selasa, 26 Mei 2009

Pendidikan Gratis untuk SD dan SMP, Mau?

Sebelumnya Salut untuk pemerintahan pak SBY, banyak program yang pro-rakyat, contohnya Pendidikan Gratis untuk tingkat Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama. Didalam persaingan global, memang pendidikan mutlak dibutuhkan. Tapi apakah benar pendidikan gratis menjadi Solusi?

Ada pepatah yang mengatakan "Ada harga, ada Rupa". Mungkin maksudnya, kualitas yang diterima sebanding dengan harga yang telah dibayarkan. Disinilah, mengapa Saya meragukan kualitas Pendidikan gratis. Ditengah persaingan Sekolah untuk mendapatkan status RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional) dan SBI ( Sekolah Bertaraf Internasional), Sekolah Gratis harus berjuang dengan senjata ala kadarnya.

RSBI dan SBI boleh meminta pungutan yang jumlahnya cukup besar kepada calon muridnya. Ada cerita dari teman, bahwa jika dia ingin anaknya di terima di RSBI di salah satu SMA di Gresik, harus menyediakan uang 10 juta, karena anaknya hanya ada di posisi cadangan, bandingkan nominal itu dengan sekolah gratis.

Kebutuhan Sekolah juga meningkat, baik untuk sarana dan prasarana. Bayangkan sebesar apa ilmu yang dapat diserap oleh siswa, jika 1 komputer harus digunakan untuk 5-10siswa dan harus melawan listrik mati, karena kurang daya. Kejadian ini bisa kita temukan di sekolah-sekolah pinggiran.

Tempo hari, pemerintah juga memberikan beasiswa kepada guru-guru yang telah lolos dari tes untuk mengikuti pendidikan S-2, dan setelah mereka lulus akan di tempatkan ke SBI dan RSBI, kok bukan Sekolah Biasa?

Tapi saya percaya pada pemerintah, ini masih terlalu awal jika di kritik. Mungkin nanti bukan hanya biaya pendidikan yang digratiskan, namun juga biaya pengadaan sarana dan prasarana. Sehingga, pendidikan gratis akan benar-benar dirasakan manfaat didikan dan ilmunya untuk masyarakat kecil..

LANJUTKAN.. ( he he, bukan berarti nanti aku milih pak SBY lho.., yang lanjutkan itu pendidikan gratisnya)


Kamis, 14 Mei 2009

Pilihan Presiden 2009, milih Sapa?

Semakin mendekati hari H, situasi politik di Indonesia semakin memanas. Semua ingin menjadi presiden, karena anggapan bahwa Wakil Presiden itu hanya pemanis. Sudah ada tiga pasangan Capres dan Cawapres yang siap untuk melaju di pemilihan presiden nanti.

Susilo Bambang Yudhoyono - Boediono
Jusuf Kalla - Wiranto
Megawati Prabowo



Untuk Koalisi yang dibentuk oleh partai Demokrat terancam bubar, pasalnya cawapres yang diusung pak SBY, bukan dari Parpol. Bahkan Pak Amin Rais sempat mengatakan bahwa pak SBY terlalu sombong, karena ada opini bahwa SBY dipasangkan dengan Sandal Jepit pun pasti menang. Lalu, apakah ini sindiran untuk Boediono bahwa dia adalah Sandal Jepit? Hanya Tuhan yang tahu.

Sebenarnya, tingkah elite politik kita sangat memalukan, di suatu waktu saling menjelekkan di waktu yang lain saling berpelukkan. Harga diri dan tujuan utama bisa diubah demi koalisi.

Sebagai masyarakat awam, saya ingin tahu, apa sih enaknya jadi presiden? Apa karena bisa memperjuangkan hak rakyat? Apa di jaman seperti ini masih ada orang yang seperti itu? Untuk menjadi Caleg saja, ada yang berkorban hingga 1 Milyar, itu uang siapa?..

Yang jelas, masyarakat sekarang sudah menjadi lebih pintar dan bijak dalam menentukan pilihan. Tapi, siapapun yang terpilih nanti, kita berharap dapat melaksanakan tanggung jawab yang dibebankan kepada mereka. Dan ingat, semua akan dipertanggungjawabkan kepada Tuhan.

Jangan Gol Put!!!

Rabu, 13 Mei 2009

Ujian Nasional = Kualitas?

Semua siswa tingkat akhir baik dari jenjang pendidikan SMA, SMP maupun SD, telah menyelesaikan Ujian Nasional, dan kini semua berdoa untuk mendapatkan nilai yang baik, sehingga dinyatakan lulus. Standar kelulusan untuk tingkat SMA dan SMP adalah 5,5. Sedangkan untuk SD, mereka masih bisa berlega hati, karena kelulusan siswa di tentukan oleh sekolah beserta rapat komite. Tapi apakah benar siswa yang lulus adalah siswa yang berkualitas?



Sebelum ujian dimulai, para siswa menampakkan wajah yang tegang dan berdoa dengan sungguh-sungguh, tentunya bukan hanya untuk dapat mengerjakan soal dengan mudah, tapi juga agar mendapatkan pengawas ruang yang pengertian dan memberikan kemudahan dalam contek-menyontek. (Coba saja anda tanya pada mereka!!)

Disisi lain, para pengawas ujian sendiri juga menghadapi dilema, jika mereka cukup ketat dalam menjada ujian, ditakutkan akan banyak siswa yang tidak lulus, tapi jika membiarkan terjadi kecurangan, tentunya pertanggungjawaban terhadap mutu pendidikan pada umumnya dan terhadap Tuhan pada khususnya, karena tindakan kecurangan dalam bentuk apapun pasti di benci olehNYa.

Siswa juga mengalami dilema yang tak kalah seru. Pada dasarnya, mereka ingin lulus tanpa melakukan kecurangan, hanya saja mereka juga ingin membahagiakan dan tidak membuat malu keluarga. Tekanan inilah sebenarnya yang harus kita ubah.

Cara pandang masyarakat terhadap siswa yang tidak lulus lebih banyak merendahkan daripada memberi dukungan moral. Setiap orang tua menuntut anaknya mendapatkan nilai yang baik, tanpa peduli apakah sang anak mampu atau tidak. Dalam kehidupan sehari-hari, contoh saja acara arisan, sering kita jumpai ibu-ibu saling membandingkan anak mereka.

Anak memang selalu menjadi tumpuan harapan kebanggaan bagi semua orang tua, untuk memberikan pandangan bahwa Ujian Nasional adalah suatu pertandingan dan dalam pertandingan ada yang menang dan yang kalah. Semoga pemerintah lebih berpikir keras dalam mencari jalan terbaik untuk menentukan kelulusan. Karena pemaksaan standart yang tinggi hanya akan memberikan pelajaran tambahan untuk siswa yaitu mata pelajaran CURANG..


Free Blogger Templates by Isnaini Dot Com and Flowers and Decors. Powered by Blogger