"Soyo Pinter, Soyo Keblinger" (Semakin Pintar, Semakin Tersesat), kira-kira seperti itulah hasil pendidikan di negara tercinta ini. Definisi pintar telah beralih menjadi nilai yang bagus dan kelulusan. Asal lulus bisa diartikan bahwa dia pintar. Karena itu, berbagai cara dilakukan, cara yang benar maupun dengan cara yang salah. Pengertian ini jelas salah dan harus segera dibenahi.
Pembenahan kata "Pintar"
Ujian Ulang yang sedang disiapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) karena adanya indikasi kecurangan pada pelaksanaan Ujian Nasional menjadi polemik di masyarakat. Yang paling menghebohkan hal ini terjadi pada 34 SMA dan 19 SMP yang diantaranya sudah berstatus Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional(RSBI). Ini adalah bukti buruknya karakter-karakter pelaku pendidikan.
Pembentukan sebuah karakter, sangat dipengaruhi oleh pemahaman awal yang diterima. Anak-anak diibaratkan sebuah kertas putih dan lingkungan yang mempengaruhinya adalah coretan-coretan kehidupan. Jika dari awal diberikan coretan yang baik dan teratur, maka akan terbentuk sebuah lukisan yang indah. Hal ini juga berlaku untuk siswa, jika sejak awal ditanamkan bahwa nilai bukanlah yang utama, namun kemampuan dan kejujuran, maka prinsip itu akan terus dipegang.
Sejak dini, siswa harus belajar arti sebuah sportivitas yaitu mental yang selalu siap menerima kemenangan dan kekalahan sebagai sebuah kebanggaan. Sehingga, tidak terjadi kecurangan-kecurangan dalam pendidikan. Peran dari semua pihak, mulai dari siswa, guru, orang tua dan masyarakat sangat dibutuhkan untuk pembentukkan opini yang lebih baru untuk kata pintar. Ketakutan dikucilkan dan direndahkan bila tidak lulus, juga merupakan salah satu alasan untuk melakukan kecurangan dalam ujian.
0 komentar:
Posting Komentar